• ASKEP KLIEN LANSIA DENGAN TUBERCULOSIS PARU: "• ASKEP KLIEN LANSIA DENGAN TUBERCULOSIS PARU
• Permasalahan yg tjd pd usia lanjut Berkaitan dengan TB paru
• makin besar jumlah lansia yg berada dibawah garis kemiskinan
• Berkaitan pencapaian kesejahteraan
- ketidakberdayaan fisikà ketergantungan pd orang lain
- ketidakpastian ekonomi à butuh perubahan total pd pola hidup
- pasangan sudah meninggalà perlu teman baru
• KONSEP DASAR
• Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
• Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
• Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukkan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (Cell-mediated hypersensivity).
• Penyakit ini biasanya terletak diparu, tetapi dapat mengenai organ lain.
• MENUA= menjadi tua (“aging”)
• “Suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita”.
• (Constantinides, 1994)
• (2) “Suatu proses yang mengubah manusia dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya
• cadangan kemampuan sistim fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan diikuti kematian.”
• (Richard A. Miller, 2003)
• (3) “Menua adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan memelihara homeostasis pada kondisi tekanan fisiologis, kegagalan yang berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk tetap hidup dan peningkatan kerentanan pada individu.”
• (Alex Comfort)
• ETIOLOGI
• Etiologi penyakit ini adalah dari jenis Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Jarang ditemukan Mycobacterium avium.
• PERUBAHAN RESPIRASI
• Peningkatan komplain dinding dada
• Hilangnya recoil elastik alveoli
• Penurunan masa otot respirasi
• Degenerasi epitel dan kelenjar bronkhi
• Osteoporosis toraks, vertebra, kostae
• Penurunan elastisitas dan kalsifikasi tulang rawan iga
• IMPLIKASI KLINIK:
• Kapasitas vital menurun
• Difusi oksigen terganggu, efisiensi respirasi menurun
• Refleks batuk menurun
• Kifosis dan peningkatan kekakuan dinding dada
• Kapasitas cadangan fungsional pernapasan terganggu
• Kepekaan terhadap pneumonia meningkat
• Mudah gagal respirasi
• MANIFESTASI KLINIS Tb paru
• Demam
• Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-41 oC. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringanya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
• Batuk
• Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini dpenrlukan untuk membuang produk radang, sifat batuk dimulai batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum/dahak) keadaan yang lanjut berupa batuk darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada dinding beonkus.
• Sesak napas.
• Pada gejala awal atau ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjuut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
• Nyeri dada.
• Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini akan jarang ditemukan.
• Malaise.
• Penyakit tubercukolsis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoretia, badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, timbul secara tidak teratur (ilmu penyakit dalam, 1996).
• PENATALAKSANAAN
• Medikasi :
• Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kg BB/ hari, diberikan 1 kali sehari peroral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan.
• INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraselular dan basil di dalam makrofag. Dosis INH 10-20 mg/kgBB/hari per oral, lama pemberian sampai 18-24 bulan.
• Streptomisi, bekerja bakterisidal hanya terhadap basil yang tumbuh aktif ekstraseluler, cara memberikannya intramuscular dengan dosis 30-50 mg/ kgBB/hari maksimum 750 mg/hari; diberikan setiap hari selama 1-3 bulan, dilanjutkan 2-3 kali seminggu selama 1-3 bulan lagi.
• Medikasi :
• Pirazinamid, bekerja baktersidal terhadap basil intraseluler; dosis 30-35 mg/kgBB/hari peroral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
• Etambutol (belum jelas apakah bakterisidal atau bakteriostatik). Dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1 tahun.
• Medikasi :
• PAS (para-aminosalisilat) sebagai bakteriostatik, dosisnya 200-300 mg/kgBB/hari, secara oral 2-3 kali sehari. Obat ini jarang dipakai karena dosisnya tinggi kurang menyenangkan pasien. Jika diberikan lamanya 1 tahun. Sekarang pemberian obat yang terbaik adalah kombinasi INH dan rifampisin atau etambutol dan INH dengan/tanpa streptpmisin tergantung derajat penyakit.
• Medikasi :
• Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat anti tuberculosis yang masih sinsitif; diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Bila dalam bentuk prednisone dosis 1-3 mg/mgBB/hari. Kortikosteroid diberikan sebagai antiflogostik dan ajuvan pada tuberculosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberculosis berat atau keadaan umum yang buruk.
• PENGKAJIAN FOKUS
– Lakukan pengumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap.
– Lakukan pengkajian pernapasan yang menggali adanya demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat damam, keletihan, batuk, dan produksi sputum.
– Kaji perubahan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, jumah dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk dan nyeri dada.
.
• PENGKAJIAN FOKUS
– Evaluasi bunyi napas terhadap konsolidasi ( takterdenar, bronchial, atau bising bronkovesikular, krakles). Fremitus, efogoni, dan perkusi (pekak).
– Kaji terhadap perbesaran nodus limfe termasuk nyeri.
– Kaji kesiapan emosional untuk belajar, persepsi dan pengertia tentang TB.
– Tinjau ulang hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium
• Pemeriksaan penunjang
• Uji kulit TB
• Reaksi local yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas :
– Eritema karena vasodilatasi primer.
– Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikkan dengan antibody.
– Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
• Kultur sputum
• Roentgen dada
• DIAGNOSA KEPERAWATAN
– Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran pernapasan.
– Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak napas sekunder obstruksi saluran napas.
– Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolus mengalami eksudasi.
• DIAGNOSA KEPERAWATAN
– Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makan sekunder; anoreksia, mual muntah.
– Gangguan pola istirahat berhubungan dengan batuk terus menerus.
– Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan kelemahan.
– Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam.
– Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan batuk terus menerus sekunder inhalasi droplet.
• Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran pernapasan.
• Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalam dan penggunaan otot aksesori.Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efktif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
• Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi.
• Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; penghisapan sesuai keperluan.
• Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
• Kolaborasi :Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
• Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak napas sekunder obstruksi saluran napas.
• Selidiki etiologi gagal pernapasan.
• Observasi pola napas.
• Catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapaan spontan dan napas ventilator.
• Auskulatasi dada secara periodik, catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi napas, bunyi napas tambahan, juga simetrisitas gerakan dada.
• Tinggikan kepala tempat tidur atau letakan pada kursi ortopedik bila mungkin.
• Periksa selang terhadap obstruksi, contoh terlipat atau akumulasi air.
• Bantu pasien dalam kontrol pernapasan bila penyapihan diupayakan/dukungan ventilator dihentikan selama prosedur/aktivitas.
• Kolaborasi :
• Kaji susunan ventilator secara rutin dna yakinkan sesuai
• yakinkan bahwa aliran oksigen tepat/tabung; awasi analisa oksigen atau lakukan analisa oksigen periodik. Catat perubahan dai pemberian volume yang terbaca pada komputer.
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolus mengalami eksudasi.
• Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya pernapaan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
• Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran.
• Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
• Tunjukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
• Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawtan diri sesuai keperluan.
• Kolaborasi:
• Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makan sekunder; anoreksia, mual muntah.
• Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
• Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tak disukai.
• Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
• Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat awasi frekuensi volume, konsistensi feses.
• Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
• Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
• Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontrindikasi.
• Kolaborasi :Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan albumin.
• Gangguan pola istirahat berhubungan dengan batuk terus menerus.
• Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan kelemahan.
• Tingkatkan tirah baring/duduk.
• Berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai keperluan.
• Ubah posisi dengan sering.
• Berikan perawatan kulit yang baik.
• Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
• Tingkatkan penggunaan teknik menajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi.
• Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV, radio, membaca.
• Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi: sedatif , obat pencaha dahak, obat penekan batuk.
• Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam.
• Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan batuk terus menerus sekunder inhalasi droplet.
• Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicra, tertawa, menyanyi.
• Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
• Ajurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengelaurkan pada tisu dan menghindari meludah.
• Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat.
• Dorong untuk mengulangi demonstrasi.Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernapasan.Awasi suhu sesuai indikasi.
• Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
• Kolaborasi :Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh: obatn utama: isoniazid (INH) etambutol (Myambutol); rifampin (RMP/rifadin).
• Daftar Pustaka
• Isselbacher, Kurt J, 1999, Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed. 13, EGC, Jakarta
• Baughman, Diane C, 2000, Keperawatan Medikal-bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth, EGC, Jakarta
• Ngastiyah, 1997, Perawatan anak sakit/Ngastiyah, EGC, Jakarta
• Braunwald, 1991, Kelaianan karena agen biologic dan lingkungan. Ed. 11, EGC, Jakarta
• Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth. Vol. 3. ed. 8, EGC, Jakarta
• Hidayat, Aziz Alimul A, 2006, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak/A. Aziz Alimul Hidayat. Edisi pertama, Jil. 2, Salemba Medika, Jakarta
• Permasalahan yg tjd pd usia lanjut Berkaitan dengan TB paru
• makin besar jumlah lansia yg berada dibawah garis kemiskinan
• Berkaitan pencapaian kesejahteraan
- ketidakberdayaan fisikà ketergantungan pd orang lain
- ketidakpastian ekonomi à butuh perubahan total pd pola hidup
- pasangan sudah meninggalà perlu teman baru
• KONSEP DASAR
• Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
• Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
• Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukkan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (Cell-mediated hypersensivity).
• Penyakit ini biasanya terletak diparu, tetapi dapat mengenai organ lain.
• MENUA= menjadi tua (“aging”)
• “Suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita”.
• (Constantinides, 1994)
• (2) “Suatu proses yang mengubah manusia dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya
• cadangan kemampuan sistim fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan diikuti kematian.”
• (Richard A. Miller, 2003)
• (3) “Menua adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan memelihara homeostasis pada kondisi tekanan fisiologis, kegagalan yang berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk tetap hidup dan peningkatan kerentanan pada individu.”
• (Alex Comfort)
• ETIOLOGI
• Etiologi penyakit ini adalah dari jenis Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Jarang ditemukan Mycobacterium avium.
• PERUBAHAN RESPIRASI
• Peningkatan komplain dinding dada
• Hilangnya recoil elastik alveoli
• Penurunan masa otot respirasi
• Degenerasi epitel dan kelenjar bronkhi
• Osteoporosis toraks, vertebra, kostae
• Penurunan elastisitas dan kalsifikasi tulang rawan iga
• IMPLIKASI KLINIK:
• Kapasitas vital menurun
• Difusi oksigen terganggu, efisiensi respirasi menurun
• Refleks batuk menurun
• Kifosis dan peningkatan kekakuan dinding dada
• Kapasitas cadangan fungsional pernapasan terganggu
• Kepekaan terhadap pneumonia meningkat
• Mudah gagal respirasi
• MANIFESTASI KLINIS Tb paru
• Demam
• Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-41 oC. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringanya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
• Batuk
• Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini dpenrlukan untuk membuang produk radang, sifat batuk dimulai batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum/dahak) keadaan yang lanjut berupa batuk darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada dinding beonkus.
• Sesak napas.
• Pada gejala awal atau ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjuut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
• Nyeri dada.
• Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini akan jarang ditemukan.
• Malaise.
• Penyakit tubercukolsis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoretia, badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, timbul secara tidak teratur (ilmu penyakit dalam, 1996).
• PENATALAKSANAAN
• Medikasi :
• Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kg BB/ hari, diberikan 1 kali sehari peroral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan.
• INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraselular dan basil di dalam makrofag. Dosis INH 10-20 mg/kgBB/hari per oral, lama pemberian sampai 18-24 bulan.
• Streptomisi, bekerja bakterisidal hanya terhadap basil yang tumbuh aktif ekstraseluler, cara memberikannya intramuscular dengan dosis 30-50 mg/ kgBB/hari maksimum 750 mg/hari; diberikan setiap hari selama 1-3 bulan, dilanjutkan 2-3 kali seminggu selama 1-3 bulan lagi.
• Medikasi :
• Pirazinamid, bekerja baktersidal terhadap basil intraseluler; dosis 30-35 mg/kgBB/hari peroral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
• Etambutol (belum jelas apakah bakterisidal atau bakteriostatik). Dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1 tahun.
• Medikasi :
• PAS (para-aminosalisilat) sebagai bakteriostatik, dosisnya 200-300 mg/kgBB/hari, secara oral 2-3 kali sehari. Obat ini jarang dipakai karena dosisnya tinggi kurang menyenangkan pasien. Jika diberikan lamanya 1 tahun. Sekarang pemberian obat yang terbaik adalah kombinasi INH dan rifampisin atau etambutol dan INH dengan/tanpa streptpmisin tergantung derajat penyakit.
• Medikasi :
• Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat anti tuberculosis yang masih sinsitif; diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Bila dalam bentuk prednisone dosis 1-3 mg/mgBB/hari. Kortikosteroid diberikan sebagai antiflogostik dan ajuvan pada tuberculosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberculosis berat atau keadaan umum yang buruk.
• PENGKAJIAN FOKUS
– Lakukan pengumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap.
– Lakukan pengkajian pernapasan yang menggali adanya demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat damam, keletihan, batuk, dan produksi sputum.
– Kaji perubahan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, jumah dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk dan nyeri dada.
.
• PENGKAJIAN FOKUS
– Evaluasi bunyi napas terhadap konsolidasi ( takterdenar, bronchial, atau bising bronkovesikular, krakles). Fremitus, efogoni, dan perkusi (pekak).
– Kaji terhadap perbesaran nodus limfe termasuk nyeri.
– Kaji kesiapan emosional untuk belajar, persepsi dan pengertia tentang TB.
– Tinjau ulang hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium
• Pemeriksaan penunjang
• Uji kulit TB
• Reaksi local yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas :
– Eritema karena vasodilatasi primer.
– Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikkan dengan antibody.
– Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
• Kultur sputum
• Roentgen dada
• DIAGNOSA KEPERAWATAN
– Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran pernapasan.
– Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak napas sekunder obstruksi saluran napas.
– Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolus mengalami eksudasi.
• DIAGNOSA KEPERAWATAN
– Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makan sekunder; anoreksia, mual muntah.
– Gangguan pola istirahat berhubungan dengan batuk terus menerus.
– Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan kelemahan.
– Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam.
– Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan batuk terus menerus sekunder inhalasi droplet.
• Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran pernapasan.
• Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalam dan penggunaan otot aksesori.Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efktif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
• Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi.
• Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; penghisapan sesuai keperluan.
• Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
• Kolaborasi :Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
• Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak napas sekunder obstruksi saluran napas.
• Selidiki etiologi gagal pernapasan.
• Observasi pola napas.
• Catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapaan spontan dan napas ventilator.
• Auskulatasi dada secara periodik, catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi napas, bunyi napas tambahan, juga simetrisitas gerakan dada.
• Tinggikan kepala tempat tidur atau letakan pada kursi ortopedik bila mungkin.
• Periksa selang terhadap obstruksi, contoh terlipat atau akumulasi air.
• Bantu pasien dalam kontrol pernapasan bila penyapihan diupayakan/dukungan ventilator dihentikan selama prosedur/aktivitas.
• Kolaborasi :
• Kaji susunan ventilator secara rutin dna yakinkan sesuai
• yakinkan bahwa aliran oksigen tepat/tabung; awasi analisa oksigen atau lakukan analisa oksigen periodik. Catat perubahan dai pemberian volume yang terbaca pada komputer.
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolus mengalami eksudasi.
• Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya pernapaan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
• Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran.
• Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
• Tunjukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
• Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawtan diri sesuai keperluan.
• Kolaborasi:
• Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makan sekunder; anoreksia, mual muntah.
• Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
• Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tak disukai.
• Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
• Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat awasi frekuensi volume, konsistensi feses.
• Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
• Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
• Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontrindikasi.
• Kolaborasi :Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan albumin.
• Gangguan pola istirahat berhubungan dengan batuk terus menerus.
• Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan kelemahan.
• Tingkatkan tirah baring/duduk.
• Berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai keperluan.
• Ubah posisi dengan sering.
• Berikan perawatan kulit yang baik.
• Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
• Tingkatkan penggunaan teknik menajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi.
• Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV, radio, membaca.
• Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi: sedatif , obat pencaha dahak, obat penekan batuk.
• Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam.
• Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan batuk terus menerus sekunder inhalasi droplet.
• Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicra, tertawa, menyanyi.
• Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
• Ajurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengelaurkan pada tisu dan menghindari meludah.
• Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat.
• Dorong untuk mengulangi demonstrasi.Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernapasan.Awasi suhu sesuai indikasi.
• Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
• Kolaborasi :Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh: obatn utama: isoniazid (INH) etambutol (Myambutol); rifampin (RMP/rifadin).
• Daftar Pustaka
• Isselbacher, Kurt J, 1999, Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed. 13, EGC, Jakarta
• Baughman, Diane C, 2000, Keperawatan Medikal-bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth, EGC, Jakarta
• Ngastiyah, 1997, Perawatan anak sakit/Ngastiyah, EGC, Jakarta
• Braunwald, 1991, Kelaianan karena agen biologic dan lingkungan. Ed. 11, EGC, Jakarta
• Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth. Vol. 3. ed. 8, EGC, Jakarta
• Hidayat, Aziz Alimul A, 2006, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak/A. Aziz Alimul Hidayat. Edisi pertama, Jil. 2, Salemba Medika, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar