KOTAK PENCARIAN:

ANDA INGIN MENYIMPAN BLOG INI SILAHKAN KLIK +1

Minggu, 16 Mei 2010

Pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di panti rehabilitasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau biasa disebut Narkoba, meningkat sangat cepat di masyarakat Indonesia terutama di kota – kota besar. Sejak tahun 1997 jaringannya sudah mencapai pelosok – pelosok paling jauh bahkan di lingkungan masyarakat paling bawah. (Yayasan Kasih Mulia, 1999 : 3).
Fakta dan data menyebutkan korban akibat Narkoba di Indonesia 1.759 anak di bawah umur 14 tahun meninggal (1996), 1.563 anak di bawah umur 14 tahun meninggal (1997), 228.000 orang meninggal (1998), pada tahun 1999 terdapat 9 juta orang menjadi pecandu Narkoba (Smart, 2000). Di Indonesia, masalah penyalahgunaan Narkotika mulai tercatat dibidang kedokteran sejak tahun 1969, sedangkan di Bandar Lampung terdapat 890 pemakai Narkoba yang terdiri dari pelajar SD, SMP, SMU dan Mahasiswa (Granat Lampung, 2000). Penyalahgunaan NAPZA tersebut tidak hanya dikalangan remaja, tetapi juga pada orang dewasa muda. (Hawari, 2000 : 132).
Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial budaya, kriminalitas, kerusuhan massal dan sebagainya). Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan sebagai dampak penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA adalah antara lain : merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk, perubahan perilaku menjadi antisosial (perilaku maladaptif), gangguan kesehatan (fisik dan mental), mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan dan kriminalitas lainnya (Hawari, 2000 : xvii).
Berdasarkan UU RI No. 22 tahun 1997 Pasal 45 dinyatakan bahwa pecandu Narkotika wajib menjalani pengobatan dan atau perawatan. Karena itu setiap pekerjaan yang bertujuan untuk mencegah dan mengobati penderita ketergantungan heroin harus dilaksanakan oleh setiap individu Indonesia dan dilindungi Undang – Undang (FKUI, 2001 : 2).
Dewasa ini banyak metode terapi dan rehabilitasi yang ditawarkan baik yang bersifat medis maupun non medis (pengobatan alternatif). Dari penelitian yang dilakukan telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya seorang penyalahguna atau ketergantungan NAPZA adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa, orang yang sakit, seorang pasien yang memerlukan pertolongan, terapi serta rehabilitasi dan bukannya hukuman. (Hawari, 2000 : 16).
Metode terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA yang sifatnya rasional dan komprehensif, yaitu integrasi medik, psikiatrik, sosial dan agama di dalam suatu sistematika yang dijalankan secara benar dapat mengobati dan merehabilitasi pasien penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA sehingga mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari – hari baik di rumah, di sekolah atau di kampus, di tempat kerja, dan di lingkungan sosialnya. (Hawari, 2000 : xxiii).
Pada kenyataannya terapi dan rehabilitasi yang ada selama ini tidak atau kurang dilandasi dasar – dasar ilmiah dalam arti terapi atau pengobatan tidak tertuju pada etiologi (penyebab penyakit) melainkan pada simptom (gejala) saja. Demikian pula dalam hal rehabilitasi kegiatannya tidak ditujukan pada gangguan mental dan perilaku akibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA, bahkan dalam prakteknya seringkali tidak etis dan tidak atau kurang manusiawi (Hawari, 2000 : xiii).
Berdasarkan data statistik, tingkat keberhasilan dalam penanganan kasus ketergantungan Narkoba secara medik tidak optimal (hanya 15 – 20%). Berdasarkan hasil pra survey di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung bulan April 2004 pengobatan dilakukan dengan cara medis dan non medis dimana pengobatan lebih diutamakan melalui pengobatan tradisional (alternatif) dengan tingkat keberhasilan yaitu 80 – 100% dan 40 – 50% yang kembali lagi terlibat NAPZA setelah kembali ke masyarakat (Pamardi Putra, 2004). Berdasarkan fenomena diatas penulis ingin mengetahui pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA secara medis di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “bagaimanakah pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA adalah :
1. Subjek Penelitian : Seluruh petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
2. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
3. Lokasi Penelitian : Di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
4. Waktu Penelitian : Mei sampai Juli 2004 (jadwal terlampir).
5. Jenis Penelitian : Deskriptif.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang NAPZA dan Penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
b. Mengetahui sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang NAPZA dan penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat memperdalam pengetahuan penulis tentang NAPZA dan memberi pengalaman nyata untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA.
2. Bagi Instansi Terkait
Bagi pihak pengelola panti diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijaksanaan untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksanaannya bagi pasien dengan penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat berguna untuk pengembangan materi perkuliahan dan peningkatan metode perkuliahan agar bervariasi.
4. Bagi Peneliti Lain
Semoga bermanfaat sebagai salah satu dasar pengembangan penelitian selanjutnya.

muncul 1x

0 komentar:

TIDAK MENEMUKAN YANG DICARI GUNAKAN KOTAK PENCARIAN: